Selayang Pandang

SELAYANG PANDANG MA’HAD AL-JAMI’AH WALISONGO

  1. MUKADDIMAH

Ma’had Al-Jami’ah Walisongo ini merupakan unsur penunjang pendidikan di lingkungan UIN Walisongo yang bersifat komplementer. Program ini tidak memberikan gelar khusus, akan tetapi memiliki urgensi bagi peningkatan kualitas lulusan UIN Walisongo. Program ini diarahkan untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kompetensi di bidang bahasa Arab dan Inggris sebagai bekal untuk membaca literatur-literatur asing yang diperlukan selama mengikuti perkuliahan di fakultas masing-masing. Disamping itu dengan kemampuan dalam bidang bahasa asing ini diharapkan akan menjadi bekal mereka dalam berkomunikasi dengan berbagai kalangan, terutama yang meggunakan bahasa Arab dan Inggris. Lebih jauh dari itu, dengan bekal kemampuan bahasa tersebut mereka akan dapat berkarya dalam menulis, baik berupa buku, jurnal, maupun berbagai artikel. Penciptaan lingkungan bahasa memungkinkan santri menggunakan bahasa Arab-dan Inggris dalam kehidupanya sehari-hari. Cara ini efektif untuk menanamkan rasa bahasa pada diri mereka sehingga mudah menguasai bahasa yang dipelajari baik secara aktif maupun pasif.

Demikian juga penciptaan lingkungan dan budaya islami dengan konsep pesantren yang diterapkan di Ma’had Al-Jami’ah Walisongo, memungkinkan santri untuk menerapkan dan merasakan langsung nilai-nilai ajaran Islam dalam hidupnya. Melalui program ini mereka diharapkan kelak benar-benar menjadi sarjana muslim teladan masyarakat dalam hal pengamalan ajaran agamanya. Singkatnya, pembudayaan akhlak islami di lingkungan mahasiswa lebih bisa terjamin melalui program Ma’had ini.

  1. SEJARAH DAN DASAR PEMIKIRAN

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di berbagai aspek kehidupan umat manusia. Hampir semua permasalahan kehidupan yang muncul pada saat ini akan terasa sulit dicarikan solusinya dan ada kalanya hanya dapat dipecahkan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi itulah, setiap orang bahkan lembaga dan negara diharapkan akan dapat memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi. Bukti di mana-mana menunjukkan bahwa siapapun, termasuk suatu lembaga atau negara yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata dapat menjadi maju dan berpengaruh.

Agar mampu bersaing dengan negara-negara yang telah terlebih dahulu maju, bangsa Indonesia harus terus menerus mengembangkan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia melalui upaya peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan SDM ini harus dilaksanakan secara terencana, terarah dan intensif dalam proses pembangunan, sehingga bangsa ini mampu bersaing di era globalisasi.

Pendidikan memegang peran penting dalam proses peningkatan SDM tersebut. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas SDM. Menyadari hal tersebut, UIN Walisongo sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi negeri di tanah air, telah melakukan berbagai upaya dalam rangka peningkatan kualitas SDM tersebut, seperti pengembangan, penyesuaian, perbaikan kurikulum dan sarana perkuliahan, serta pengiriman tenaga dosen ke berbagai program pascasarjana dalam dan luar negeri untuk meraih gerlar master dan doktor. Disamping itu, upaya-upaya lain juga akan terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas lulusannya.

Berbeda dengan pesantren, UIN Walisongo adalah lembaga pendidikan tinggi Islam yang mengkaji ilmu agama secara scientifik. UIN Walisongo juga berbeda dengan perguruan tinggi umum, dimana UIN Walisongo adalah institusi perguruan tinggi yang mengkaji berbagai persoalan secara scientifik melalui pendekatan keagamaan. Untuk mewujudkan ambisi dan keinginan tersebut UIN Walisongo berupaya secara terus menerus dan intensif membekali mahasiswanya dengan kemampuan dua bahasa sekaligus; yakni bahasa Arab sebagai representasi bahasa agama dan ilmu, dan bahasa Inggris sebagai representasi bahasa ilmu dan dunia, disamping membekali mereka dengan berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk dapat mengkaji perbagai persoalan dengan berbagai pendekatan keilmuan.

Pada sisi lain, era globalisasi yang tidak mengenal batas dan sekat antar berbagai negara, menuntut mahasiswa UIN Walisongo sebagai ilmuwan muda harus dapat bergaul dan bersosialisasi ilmiah dengan para ilmuwan dari nagara-negara lain di kancah internasional. Hal ini juga mensyaratkan kemampuan dua bahasa tersebut.

Untuk tujuan tersebut kurikulum UIN Walisongo telah didesain sedemikian rupa sehingga mengharuskan mahasiswanya mempelajari dan menguasai serta menggunakan bahasa Arab dan Inggris, baik dengan cara menjadikannya sebagai mata kuliah khusus maupun sebagai bahasa pengantar dan atau bahan rujukan bagi mata kuliah-mata kuliah lain. Namun usaha ini dinilai belum dapat mencapai hasil yang optimal. Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa penguasaan bahasa asing, utamanya bahasa Arab dan bahasa Inggris, masih menjadi permasalahan utama yang dirasakan oleh sebagian besar mahasiswa dan alumni UIN Walisongo. Kelemahan dalam aspek ini mengakibatkan terbatasnya penguasaan ilmu pengetahuan dan keislaman di kalangan mereka karena tidak mampu menggalinya dari sumber-sumber primer yang dikenal dengan kitab kuning dan juga buku-buku ilmiah yang ditulis dengan bahasa Inggris. Kelemahan ini pada gilirannya akan dapat mengurangi rasa percaya diri mereka sebagai mahasiswa atau alumni UIN Walisongo yang diharapkan oleh masyarakat menjadi sarjana plus yang disamping ahli dalam bidang ilmu pengetahuan yang ditekuni, juga sekaligus ahli dalam bidang ilmu keislaman. Permasalahan lain yang juga memerlukan perhatian khusus adalah adanya indikasi melunturnya kepribadian islami di kalangan sebagian mahasiswa. Aspek terakhir ini juga merupakan bagian penting dari misi UIN Walisongo yang tercermin dalam Tri Etika Kampusnya yaitu dininiyah, ukhuwah dan ilmiyah.

Mencermati beberapa permasalahan di atas, UIN Walisongo senantiasa mencari alternatif solusi untuk meningkatkan daya saing lulusannya dengan tetap memiliki ciri khas tersendiri. Adapun upaya yang akan ditempuh adalah menyelenggarakan program kepesantrenan yang disebut Ma’had Al-Jami’ah Walisongo. Program ini dipilih karena dianggap mampu memberikan resonansi dalam mewujudkan lembaga pendidikan tinggi Islam yang diniyah-ilmiah-ukhuwah sekaligus sebagai bentuk penguatan terhadap pembentukan lulusan yang intelek-professional yang ulama’ atau ulama’ yang intelek-professional, atau sarjana plus tersebut. Semua pihak mengakui tentang keberhasilan pesantren dalam mencetak santri salih dan berakhlak mulia, sebagimana juga mengakui bahwa keberadaan pesantren telah mampu memberikan sumbangan yang sangat besar kepada bangsa ini melalui alumninya dalam mengisi pembangunan nasioanal, khususnya pembangunan manusia seutuhnya. Dengan demikian, keberadaan Ma’had Al-Jami’ah Walisongo dalam lingkungan perguruan tinggi Islam (UIN Walisongo) ini merupakan keniscayaan yang akan menjadi pilar penting dari bangunan akademiknya.

Secara substansial, ma’had sebenarnya bukanlah hal baru bagi UIN Walisongo. Asrama Mahasiswa Walisongo yang diresmikan penggunaannya pada tahun 1995 oleh Dr. Tarmizi Taher, Menteri Agama saat itu, sejak awal telah melaksanakan fungsi ma’had ini. Hanya saja secara formal lembaga penunjang ini tidak menggunakan nama ma’had, tetapi menggunakan nama Asrama dan hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil mahasiswa saja, dan tidak semua mahasiswa dapat menikmatinya, karena daya tampungnya yang hanya 36 orang mahasiswa sehingga hanya dihuni oleh mahasiswa-mahasiswa terpilih saja. Kalau program asrama itu dianggap uji coba dan telah terbukti kemujarabannya sebagai unit pendukung tercapainya visi dan misi UIN Walisongo, maka sudah saatnya asrama ini dikembangkan daya tampungnya sehingga manfaatnya dapat dinikmat oleh semua mahasiswa. Dalam rangka itulah program Ma’had Al-Jami’ah Walisongo ini dilaksanakan.